Kabupaten Banggai Kepulauan

Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan wilayah pemekaran dari induknya Kabupaten Banggai. Daerah ini dibentuk bersamaan dengan dua daerah kabupaten lainnya berdasarkan UU No.51 Tahun 1999 yang diterbitkan pada tanggal 4 Oktober 1999. UU tersebut mengatur Tentang Pembentukan Kabupaten Buol (Pemisahan dari Kabupaten Buol-Tolitoli), Kabupaten Morowali (Pemisahan dari Kabupaten Poso) dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Pemisahan dari Kabupaten Banggai).
Berdasarkan Undang-Undang tersebut luas wilayahnya terdiri atas wilayah daratan 3.160.46 km2 dan wilayah laut 18.828.10 km2.
Secara geografis, Banggai Kepulauan terletak pada kordinat 10 06’ 00” – 20 20’ 00” LS dan 1220 40’ 00” – 124¬013’ 30” BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Peleng/Laut Maluku, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tolo dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Peleng.

Pembangunan Ekonomi Banggai Kepulauan.

Meskipun sebagai daerah kepulauan dengan  wilayah perairannya yang sangat luas, namun Banggai Kepulauan  tidak hanya mengutamakan pada pembangunan di bidang kelautan. Pengembangan bidang pertanian tanaman pangan juga dilakukan, terutama di Pulau Peling yang termasuk pulau terbesar.
Oleh karena itu pembangunan ekonomi Kabupaten Banggai difokuskan pada sektor industri dengan dukungan sektor pertanian menjadi lebih penting. Hal ini disebabkan sebagian besar pendudukmya berusaha di bidang pertanian. Karena  alasan itu pembangunan  industri diarahkan untuk  memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku. Usaha di sektor pertanian yang diusahakan penduduk mencakup pada pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Secara sektoral menurut lapangan usaha menunjukan sektor pertanian mempunya peranan terbesar terhadap PDRB Kabupaten Banggai Kepulauan atas dasar yang berlaku, yaitu sebesar 47,33%. Tahun sebelumnya tercatat 48,72%, menyusul sektor perdagangan, perhotelan dan restoran sebasar 22,50%. Usaha pertanian tanaman pangan, khusunya padi sawah pada tahun 2007 mengalami peningkatan produksi dibanding dengan produksi pada tahun 2006, yaitu dari 1.230 ton menjadi  2.073 ton atau naik sebesar 68,54%. Peningkatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya luas panen dari 427 ha tahun 2006 menjadi 692 ha pada tahun 2007. Khusus di Kecamatan Tinangkung dan Totikum luas panen padi sawah tercatat  sekitar 562 ha dengan produksi sekitar 1.643 ton atau tingkat produktifitas sebesar 60 kuintal per ha.
Selain padi, potensi tanaman palawija juga termsuk potensial. Antara lain seperti singkong, ubi Banggai, ubi jalar, kacang tanah dan jagung. Sedang komoditas kacang tanah Banggai Kepulauan termasuk yang bermutu tinggi dan tanaman yang satu ini sudah sejak lama menjadi komiditi antar pulau.
Tanaman hortikultura di Banggai Kepulauan ternyata mempunyai masa depan yang cukup menjanjikan. Hingga kini tanaman hortikultura yang telah berkembang dengan baik adalah durian, manggis, langsat, nenas, pisang, nangka, papaya, jeruk dan sebagainya.
Luas lahan perkebunan di daerah ini tercatat seluas 53.057.351 ha dengan jumlah produksi 54.130.861 ton terdiri dari kelapa dalam, kopi, cengkeh, mente, kakao dan kemiri. Secara rinci luas lahan dan jumlah produksi tanaman perkebunan rakyat yang dipanen pada setiap semester berdasarkan jenis tanaman, sebagai berikut: kelapa dalam dengan kuas lahan 22.766 ha  jumlah produksi dalam bentuk kopra 22.252 ton. Luas lahan tanaman kakao 7.429 ha dengan produksi biji kering sebesar 5.557 ton. Luas lahan tanaman cengkeh 3.843 ha dengan jumlah produksi berupa bunga kering sebesar 1.928 ton. Luas lahan tanaman Jambu mete 10.735 ha dan jumlah produksi 2.062,9 ton. Luas lahan tanaman kemiri 1.367 ha dengan jumlah produksi 67,0 ton. Luas tanaman Vanili 75 ha dengan produksi 1 ton. Kopi robusta luas lahannya 267 ha dengan produksi 15 ton. Lada 31 ha dengan produksi 2,7 ton sedang pala luasnya 14 ha dengan produksi 1,0 ton. Soeria Lasny.

Kaledo Dimata Emil Salim

Meskipun sebagai orang Minang, namun Tokoh Nasional Prof. DR.Emil Salim tidak hanya membangkakan orang Minang, melainkan semua etnik juga menjadi kebanggannya. Termasuk warga Palu yang mendapat catatan khusus di hatinya.
Dalam suatu kegiatan kampanye Pemilu tahun 1982, di depan ribuan masa Golkar yang membanjiri Lapangan Bola Palu Putra, ia memuji calon Golkar, Prof.DR.A.M.Matulada sebagai Rektor Untad (ketika itu) dalam melahirkan tenaga-tenaga akhli mengapa Kampus Untad tidak di bangun di areal yang subur, melainkan di atas tanah yang gersang? Dijawabnya, karena menurut Matulada mahasiswa yang ditempa di atas tanah yang subur hanya akan melahirkan ahli-ahli yang tidak berbobot. Tapi kalau ia dilahirkan di daerah yang gersang dan tandus, maka percayalah Untad akan melahirkan pemimpim-pemimpin yang tahan banting. Bayangkan saja, ungkap Emil Salim, di tempat lain kalau orang membuat sup akan menggunakan daging sapi. Tapi di Palu ini, orang membuat sup justru dengan tulang sapi. Bayangkan saja kerasnya tulang sapi yang harus dikunyah..... Massa pun tertawa gemuruh menyambut ungkapan Emil Salim tersebut.
Dan setelah  sekian tahun lamanya sejak ungkapan Emil Salim tentang sup tulang sapi itu, makanan khas Kaili itu telah mengalami kemajuan dalam dunia kuliner daerah. Di Jalan Emi Saelan Palu sekarang, ada warung yang menjual menu  Kaledo tanpa tulang. Mungkin ini akibat gurauan Emil Salim, sehingga Kaledo perlu ditampilkan dengan cita rasa baru untuk bisa bersaing dengan Coto Makassar, Sop Kondro dari Sulawesi Selatan atau makanan khas daerah lainnya, seperti Rawon dari Jawa dan Sop Padang dari Sumatera Barat.(Soeria Lasny).

PRIMBON RAMALAN JODOH SAKTI

Read more: BEBEN RASTA