Kabupaten Banggai Kepulauan
Benggawi Media Online Home
Meskipun sebagai daerah kepulauan dengan wilayah perairannya yang sangat luas, namun Banggai Kepulauan tidak hanya mengutamakan pada pembangunan di bidang kelautan. Pengembangan bidang pertanian tanaman pangan juga dilakukan, terutama di Pulau Peling yang termasuk pulau terbesar.
Membicarakan masalah kepariwisataan Banggai Kepulauan, rasanya tak akan ada habis-habisnya, saking banyaknya obyek yang dapat dikembangkan menjadi salah satu unsur kekuatan yang dapat mendukung Penghasilan Asli Daerah (PAD).
Salah satunya ialah situs purbakala di pedalaman Pulau Peling. Selain itu, yang tak kalah menarik untuk dikunjungi adalah Pulau Bakalan Pauno (Pauno Kecil) dan Pulau Bakalan Besar. Keduanya terletak pada mulut Teluk Bakalan Pulau Peling. Luas Pulau Bakalan sekitar 20 km2, dimana terdapat 3 desa, masing-masing Bungin, Bakalan dan Bulungkobit termasuk dalam Kecamatan Totikum. Pantai timur pulau ini berhadapan langsung dengan laut bebas. Dari situ dapat disaksikan munculnya matahari pagi yang tersembul dari balik tepi lautan di seberang sana dengan warna merah merona bagai bola lampu yang besar. Suatu keindahan alam yang sangat menakjubkan. Keindahan alam pagi ini akan lebih mempesona lagi dilihat dari atas ketinggian bagian timur Pulau Bakalan Pauno. Di pantai ini terbentang pasir putih alami yang bebas dari segala polusi. Bila musim timur tiba antara bulan November s/d April gelombang yang menerpa pantai ini sangat besar sehingga bisa menjadi tempat yang ideal untuk kegiatan selancar angin. Selain itu bila bulan purnama datang, di tempat ini dapat disaksikan penyu-penyu yang akan bertelur mendarat di pasir putih bersih itu.
Pasir putih bercampur kerikil juga terdapat di pantai selatan Pulau Bakalan. Karena lokasinya yang strategis sepanjag musim pantai selatan Pulau Bakalan ini terlindung oleh gelombang. Dari tempat ini pula dapat disaksikan Monumen Jayawijaya yang terletak di atas bukit Trikora kota Salakan. Potensi biotis di kawasan ini didominasi oleh kelelawar. Bila senja menjelang malam tiba ribuan satwa hitam ini keluar dari tempat peraduannya untuk mencari mangsa.
Selain Pulau Bakalan, masih ada lagi pulau yang menyimpan keindahan bila dilihat dari kacamata pariwisata. Yang dimaksud adalah sebuah pulau kecil Telopapaon atau Pulau Lakoi. Tapi lebih popular dengan pulau burung. Luasnya hanya sekitar 80 ha. Menurut peta Hidro Oceanografi TNI Angkatan Laut, pulau ini terletak pada kordinat 20 10’ LS dan 1230 BT, masuk dalam wilyah Kecamatan Labobo. Seperti Pulau Bakalan, pulau ini juga memiliki pantai pasir putih yang tak kalah indahnya. Sedang perairan di sekitar pulau ini ditemukan terumbu karang dimana hidup berbagai jenis ikan hias.
Pada bulan-bulan tertentu yaitu pada bulan Desember s/d Maret dimana angin utara berhembus, pulau ini dipenuhi oleh berbagai jenis burung yang terbang dari berbagai arah. Diantaranya terdapat sejenis burung langka, yaitu burung Dandunai (dalam bahasa Bajo) dan dalam bahasa Banggai disebut Burung Nduluna atau Burung Emas. Dalam musim Utara itu, ribuan Burung Dandunai datang mencari jodoh. Setelah betinanya bertelur dan mengeraminya hingga menetas, induknya memelihara anak-anaknya hingga bisa terbang dan mencari makanannya sendiri.
Menurut Graig Robson (1988) dalam bukunya A Field Guide To The Birds Of Southeast menetapkan burung ini sebagai Nicobar Pigeon (Merpati Nicobar) atau dalam bahasa latinnya Caleonas nicobarica. (Soeria Lasny)
Kisah di bawah ini adalah laporan Soeria Lasny tentang seorang gadis Bangkep yang menderita tumor ovarium, dimuat di Harian Sinar Harapan Jakarta pada tanggal 6 Februari 1985. dimana ia bekerja sebagai wartawan media tersebut.
![]() |
Petani Rumput Laut |
Sekitar abad ke-13, masa pada masa keemasan kerajaan Singosari yang berpusat di jawa Timur, ketika itu Singosari di bawah kekuasan terakhir dan terbesar yaitu Kertanegara ( 1268-1292 ), nama Banggai telah di kenal dan menjadi bagian kerajaan Singaosari. Berikutnya, sekitar abad 13-14 Masehi pada masa kerajaan Mojopahit yang juga berpusat di Jawa Timur, ketika tampuk pemerintahan di pegang raja terbesar Mojopahit bernama Hayam Wuruk ( 1351-1389 ) saat itu kerajaan Banggai sudah dikenal dengan sebutan "BENGGAWI"dan menjadi bagian kerajaan Mojopahit. Bukti bahwa kaerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Mojopahit dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari apa yang telah di tulis seorang pujangga Mojopahit yang bernama Mpu Prapanca dalam bukunya"Negara Kartagama" buku bertarikh caka 1478 atau tahun 1365 Masehi,yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai berikut "Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara,Buntun Benggawi,Kuni,Galiayo,Murang Ling Salayah,Sumba,solor,Munar,Muah,Tikang,I Wandleha,Athawa Maloko,Wiwawun ri Serani Timur Mukadi Ningagaku Nusantara".(Mangkasara = Makasar, Buntun = Buton, Benggawi = Banggai, Kunir = Pulau Kunyit,Salayah = Selayar, ambawa = Ambon,Maloko = Maluku ). Hayam Wuruk ingin mempersatukan Nusantara lewat sumpah Palapa yang di ucapkan sang Pati Gajah Mada.Dengan sumpah tersebut Hayam Wuruk makin terkenal dengan programnya mempersatukan Nusatara.
Keberadaan Monumen Jayawijaya yang tegak berdiri dengan megah di atas bukit Trikora Salakan, ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan tidak banyak diketahui masyarakat secara luas . Bahkan masyarakat Sulawesi Tengah sendiri juga tidak banyak yang mengetahui mengapa monumen tersebut dibangun di kota Salakan. Padahal Monumen Jayawijaya merupakan simbol perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali Irian*) Barat yang dikuasai Belanda ke pangkuan ibu pertiwi, setelah pengakuan kedaulatan kepada Republik Indonesia.